paradoks cinta yang lelah
Ada jiwa yang berjalan di tepi batas, tempat segala tanya tak bertuan menggantung seperti kabut di udara. Ia menggigil bukan karena angin malam, tetapi oleh gelombang tak kasat mata yang menyesaki dada. Kecemasan tumbuh seperti akar pohon tua, menghimpit dengan erat, sementara waktu berputar tanpa jawaban. Ia mencari penawar, sebuah ruang untuk sekadar bersandar, namun hanya menemukan sunyi, yang menusuk hingga ke tulang.
Dalam kekalutan, lahir cinta yang tanpa bentuk—sebuah pemberian yang tak kenal batas. Segalanya ditaburkan kepada mereka yang butuh, kepada dunia yang terus meminta. Namun, cinta itu meluruh tanpa arah, terurai dari yang memberi, menyisakan ruang kosong yang semakin melebar. Mata air itu mengalir deras, tetapi dasarannya perlahan retak, lupa bahwa ia pun butuh aliran untuk bertahan.
Ada kebahagiaan yang sesaat menyapa, tipis dan rapuh, seperti embun di ujung pagi. Ia hadir namun segera hancur oleh beban yang tak pernah usai. Dan dalam kegelisahan itu, lahir paradoks: kelegaan hanya ditemukan dalam memberi, tetapi setiap pemberian membawa luka baru yang tak terlihat.
Namun semesta berbicara dalam diam. Bahwa yang terus berlari harus belajar berhenti. Bahwa cinta yang tulus tak hanya keluar, tetapi juga harus pulang—ke dalam, ke asal. Merawat diri bukanlah bentuk egoisme, melainkan keharusan, karena tanpa akar yang kokoh, pohon tak akan berdiri, dan tanpa pelita di dalam jiwa, terang di luar hanya menjadi bayang semu.
Maka, berhentilah, meski hanya sekejap. Dengarkan suara yang selama ini kau abaikan—bukan suara dunia, tetapi gema sunyi di palung jiwamu sendiri. Biarkan segalanya melebur, karena dalam kehancuran ada awal yang diam-diam tumbuh. Jangan takut pada gelap, sebab di sanalah cahaya sejati dilahirkan.
Dan ketika kau melangkah lagi, tak perlu terburu-buru. Sebab apa yang kau cari tak pernah ada di depan, melainkan selalu menunggu—di tempat yang telah lama kau tinggalkan. Pulanglah. Tidak pada dunia, tetapi pada dirimu. Sebab mungkin, cinta yang kau kejar bukanlah cinta untuk dimiliki, melainkan cinta untuk menjadi.
Pomalaa, 20241226
duiCOsta_hatihati
Comments
Post a Comment