Manifesto Jiwa Mengantuk di Hari Kerja.
Tidak bisakah aku tidur lagi?
Bangun, lalu tidur, seperti ayam jantan lupa kokok pagi.
Apa salahnya? Toh dunia ini tidak akan runtuh kalau aku terlambat lima menit.
Langit tetap biru, jalan tetap macet, dan kopi tetap pahit.
Di bangunan rutinitas, bidadariku berdiri.
Tersenyum manis, di tengah cacat otot pipinya yang melesung...
manis sekali...
Gerai rambut dengan gelombangnya yang setengah basah,
setengah badan tertutup handuk,
membalut lereng payudara atasnya yang menyembul,
Ada disana butiran lembut sisa air yang belum selesai diseka.
Ia menatapku, setengah mengejek, setengah iba.
“Kerja lagi, manusia kecil?” katanya.
“Memangnya kamu robot? Atau boneka yang lupa punya hati?” itu yang aku dengar...
padahal perempuan itu bilang,
"Apakah kamu lelah?",
"mau aku lelapkan lagi"?
dan ternyata itulah mimpi paling siang yang menamparku bangun...
Aku tidak menjawab.
Sebelum aku sadar sebenarnya aku ingin bilang: Aku lelah.
Lelah jadi roda di kereta yang terus berputar tanpa stasiun.
Tapi mulutku sudah lebih dulu disumbat oleh sebatang rokok dan di gelontor kopi dingin sisa semalam.
Kalau aku bisa, aku ingin tidur.
Tidur panjang sampai alarm dunia lupa membangunkan aku.
Sampai bos lupa aku ada.
Sampai rutinitas berhenti mengetuk-ngetuk kepalaku dengan jam kerja. Bolehkah aku bekerja karena ingin bekerja?
Bolehkah aku tersenyum bukan karena harus tersenyum? Bolehkah?
Bolehkah aku tidur dan sebangunnya tanpa karena?
Tapi nyatanya aku bangun. Lagi.
Dengan tubuh setengah sadar, hati setengah pedih, dan mata setengah tertutup.
Mungkin ini kebodohan, mungkin ini keberanian.
Aku tidak tahu.
Yang kutahu, saat aku berjalan, malaikat itu tertawa.
“Kerja lagi, ya?” katanya sambil melambai,
Dan aku berjalan lebih cepat,
Takut jika aku berhenti, aku benar-benar tidur lagi.
Pomalaa, 20250120
duiCOsta_hatihati
Comments
Post a Comment