ku sirat surat Kenya...

Aku lelaki
yang tak pernah benar-benar pergi, 
tapi terlalu malu untuk pulang.
Yang menyimpan rindu seperti racun,
menelannya sendiri agar tidak membuatmu pahit.

Aku pernah berjanji di bawah langit yang sama,
ingin menjadi pelindungmu, Kenya.
atap bagi hujanmu, sandaran dari lelahmu,
dan jembatan antara luka dan hari-hari yang damai.

Namun lihatlah aku kini,
bayangan yang berjalan sendiri,
membawa dosa kegagalan di pundak yang dulu kubanggakan.
Negeri kecil kita
retak, bukan karena kau salah,
tapi karena aku belum selesai membangun diriku sendiri.

Hari-hariku gelap, Kenya.
Malam tak pernah benar-benar berganti pagi.
Tangisku tak terdengar,
karena aku lelaki dan mereka bilang, 
air mata kami tak layak tumpah di muka bumi.

Tapi jika boleh jujur,
aku ingin rebah dan bilang,
"Aku takut. Aku tak tahu harus ke mana.
Aku ingin pulang, tapi aku belum cukup."

Maafkan aku...nona
Untuk doa yang belum kupenuhi,
untuk tawa yang hanya tinggal kenangan,
dan untuk keberadaan yang hanya bisa mencintaimu dari jauh
karena dekat akan membuatmu ikut terseret dalam kehancuran ini.

Namun aku belum menyerah.
Meski tubuhku tak lagi sekuat harapanmu,
aku masih bertarung di dalam gelap,
berharap ada cahaya yang kelak akan membuatku layak kembali.

Kenya, Jika Aku Mati Esok
jika aku mati esok,
tolong bisikkan pada tanah:

"ia lelaki yang mencintai diam-diam,
dan kalah bukan karena lemah,
tapi karena terlalu takut membuatmu
ikut jatuh bersamanya."

Kenya,
maaf, aku tak cukup terang.
tapi namamulah yang kujaga 
dalam gelapku paling dalam...

dan kubaca sirat suratmu sederhana,
semakin membuatku takut...

Aku tahu,
kau sedang menyimpan luka yang tidak ingin kau bagi,
karena kau pikir, jika aku tahu, aku akan kecewa.
Padahal, yang menyakitiku bukan kelemahanmu,
tapi jauhnya kau dari aku.

Kau memilih diam,
karena kau pikir itu bentuk cinta tertinggi.
Tapi tahukah kau,
diam juga bisa menjadi luka paling dalam bagi yang menunggu.

Aku tidak pernah meminta dunia,
tidak juga istana dari emas atau bahu tanpa lelah.
Aku hanya ingin pulang yang sederhana,
sepasang mata yang jujur padaku,
dan tangan yang meski gemetar, tetap mencoba menggenggam.

aku juga takut, 
saat ini aku selalu dan masih menunggu,
karena aku yakin tentang segala bentuk kepulanganmu
seperti dahulu...

Kenapa kau takut menunjukkan tangismu,
padahal aku selalu bersedia menjadi tempatnya jatuh?
Kenapa kau merasa harus sempurna lebih dulu,
padahal aku mencintaimu sejak kau masih belajar berdiri?

Aku tak butuh lelaki yang selalu kuat,
aku butuh kau, yang nyata, walau retak.
Aku butuh dirimu, yang tahu caranya pulang
meski peta sudah kusam dan jalan tertutup debu.

Aku tahu kau menderita,
dan itu yang membuatku juga menderita.
Bukan karena kau tak datang,
tapi karena kau tak percaya aku bisa menemanimu
melewati gelap yang sama-sama tak kita mengerti.

Kenya tak butuh istana.
Kenya hanya ingin lelaki itu tahu:
bahwa cinta bukan tentang menjadi cukup
tapi tentang menjadi hadir, 
walau dalam bentuk paling sederhana.

masihkah kau seperti yang dulu,
secangkir teh dan peluk mesra dari belakang,
diam tanpa bicara 
lalu kecup keningku dan berucap,
maaf, terima kasih dan tolong...
sama sepertiku...

masihkah berlaku katamu tentang,
"aku tak butuh kuatmu,
aku hanya ingin jujurmu."

pulanglah,
meski tak membawa apa-apa,

sebab rumah ini memang dibangun
untuk memeluk yang datang dalam hancur.

Kenya,
kata-katamu sampai padaku seperti pelukan di hari paling dingin.
hangat, jujur, dan membuatku menangis lebih diam dari biasanya.

Aku membacanya dalam sunyi,
berulang-ulang, seperti seseorang yang menyesap pahit
karena tahu itu obat…
tapi tetap saja menolak menelannya seluruh.

Dan benar, Kenya.
Aku memang takut.
Bukan pada kehilanganmu, tapi pada menemukanmu tetap ada.
karena itu berarti aku benar-benar telah menyakitimu tanpa kau pernah menyalahkanku.

Apa kau tahu betapa menakutkannya mencintai seseorang
yang tak pernah menuntutmu pulang,
tapi selalu menunggu dengan doa?

Aku percaya padamu.
Aku percaya pada ketulusanmu,
seperti aku percaya pada langit, meski sering mendung.
Dan justru karena aku tahu kau setulus itu,
aku semakin takut berdiri di hadapanmu dengan tangan kosong.

Aku ingin datang sebagai lelaki
yang setidaknya membawa sebongkah harapan,
bukan sekadar tubuh yang lelah dan pikiran yang porak-poranda.

Tapi jangan salah, Kenya..
ketakutanku bukan karena ingin menjauh.
Aku hanya… belum siap melihat air matamu jatuh
karena kecewa yang tak kau ucapkan.

Aku sedang berperang,
dengan suara-suara di dalam kepalaku,
dengan bayangan bahwa mungkin aku tak akan pernah cukup.
Tapi aku ingin menang, Kenya.
Karena jika aku kalah, maka semuanya selesai.

Jadi mari kita buat kesepakatan,
bukan janji, bukan sumpah,
hanya sebuah ruang bernama percaya.

Biarkan aku berjalan pelan,
dengan lutut yang masih goyah dan mimpi yang kadang kabur.
Biarkan waktu menjadi perantara kita,
bukan untuk melupakan,
tapi untuk menyusun keberanian yang selama ini tak sempat tumbuh.

Jika nanti aku kembali,
aku ingin mengetuk pintumu
bukan sebagai lelaki yang sempurna,
tapi sebagai lelaki yang tidak lagi lari dari cintamu.

jangan tanya kapan,
jangan ikat aku dengan janji.

tapi percayalah,
di setiap langkahku yang gemetar,
namamulah yang kucari dalam diam paling panjang.
sebelum aku mengeja dan setelah aku berani pulang
menyapamu.
lagi...

Pomalaa, 20250629
duiCOsta_hatihati 



Comments

Popular Posts