abisal aku, literal...

Di suatu masa yang nyaris tak bisa kukenang tanpa sesak, aku pernah hidup di bawah permukaan dari segalanya, kepercayaan, harapan, bahkan nama. Segala yang kupeluk berbalik menjadi asing. Sepertinya, dunia hanya menyisakan gema yang tak ramah. Malam-malam panjang tak diisi doa, hanya gumaman samar bahwa hidup mungkin salah jalan sejak langkah pertama. Tapi di dasar itu, aku mendapati sesuatu yang aneh, ketenangan yang dingin. Seperti luka yang tak lagi berdarah, tapi tetap menganga. Seperti tubuh yang tak lagi berteriak, tapi belum juga mati. Sunyi, tapi tak kosong. Gelap, tapi bukan tanpa bentuk.

Aku tak hilang,
aku hanya terlalu dalam untuk ditemukan.
bahkan disaat aku,
tidak ada yang mencariku,
bahkan hanya untuk sekedar bayang....
Dari gelap yang tak berubah warna, muncul gerakan kecil, bukan penyelamatan, hanya kesadaran samar. Aku mulai menggali kenangan yang sebelumnya kubiarkan membusuk, menyentuhnya bukan untuk menyelesaikan, tapi untuk memahami. Bahwa tak semua luka ingin sembuh, sebagian hanya ingin dikenali. Dalam perjalanan itu, aku bertemu dengan wajah-wajah masa lalu yang tak memberi pelukan, hanya tanda tanya yang menggantung. Tapi dari mereka, aku belajar satu hal, tak semua jawaban datang dalam bentuk terang. Beberapa hanya memberi arah, meski kabur, tapi cukup untuk membuatku terus berjalan.

Aku tak tahu ke mana,
tapi aku tahu aku tak ingin kembali.
Ada hari di mana tubuh ini tak lagi menolak pagi. Bukan karena semuanya telah membaik, tapi karena aku mulai mengizinkan hidup menyentuhku kembali. Aku tak mencintai dunia, tapi aku berhenti membencinya. Ada manusia-manusia yang hadir seperti jeda dalam kalimat panjang yang melelahkan. Mereka tak menyelamatkanku, hanya menemani. Mereka tak menemaniku, tapi cukup aku tau ada jiwa lain yang aku anggap membersamaiku tanpa ikrar. Dan itu cukup. Di sela keretakan hari, aku menemukan tempat-tempat kecil untuk bernafas, obrolan tanpa makna, aroma nasi hangat, angin yang masuk lewat jendela. Aku tak mengira bisa sampai di sini, meski bukan di tempat yang sempurna, tapi di ruang yang tidak lagi menghakimi.

Aku belum utuh,
tapi aku berhenti menolak diriku sendiri.
Kini, tanpa perlu banyak kata, aku mengerti. Bahwa masa lalu tak butuh penyesalan untuk dikuburkan, hanya penerimaan. Aku tak ingin lagi menang atas semua luka, cukup bisa duduk bersamanya tanpa dendam. Ada yang hilang dan memang tak bisa kembali. Ada yang rusak, dan tak perlu diperbaiki. Tapi di antara puing-puing itu, ada aku, versi yang tak sempurna, tak heroik, tapi hadir. Dan dari kehadiran itulah aku mulai hidup. Mungkin telat. Tapi tak semua perayaan butuh panggung. Kadang, cukup sadar bahwa detak jantung masih bertalu. Atau cujuo sadar detik waktu terus berlalu. Bahwa sebelum dunia mengenangku karena kematianku, aku sudah lebih dulu merayakan diriku karena hidup yang tetap kupilih, meski tanpa tepuk tangan. Aku tidak akan mengulang, meski kini aku harus memulai, lagiii....
Aku tak sedang menutup cerita,
aku sedang mengizinkan hidup melanjutkannya tanpaku.
untuk kamu sang hatihati,
terima kasih sudah sejauh ini...

Pomalaa, 20250614
duiCOsta_hatihati 

edisi bangun tidur,
kata orang merayakan hari libur,
nyatanya aku ngelindur,
dari beban yang ngelantur,
susah di atur dan menunggu hancur...

Comments

Popular Posts