se-iblis yang berhati-hati
Pasti lelah menjadi dirimu.
Menjalani peran eksistensial,
yang istimewa namun sarat beban makna.
Kelelahan yang tak bertepi,
Mengarungi spiral waktu tanpa jeda.
Mengupayakan katarsis dan perlintasan batin,
Dari satu dilema menuju paradoks berikutnya,
Semua kausimpan dalam labirin rahasia jiwa,
Tersusun rapi di balik topeng kesadaran,
Sementara semesta hanya menyaksikan fasad ketabahan.
Selalu ramah dalam absurditas hidup,
Selalu tersenyum di balik kekosongan sunyi,
Menjadi telinga bagi yang mencari makna,
Menjadi suara bagi yang meragu.
Sekali saja kau coba berbagi sunyi,
Lawan bicara berlari pada takdirnya sendiri,
Membandingkan nestapa,
Menggugat realitas yang sama-sama fana.
Kamu, hanya perlu sedikit lebih berhati-hati lagi.
Seperti namamu, pesan dari ibu,
Hati-hati selalu, dalam meniti lorong-lorong eksistensi,
Sebab di setiap persimpangan, absurditas menanti.
Di luar sana, akan banyak ditemui,
Sorak sorai dan gemuruh tepuk tangan,
Untuk badut yang menari dalam paradoks ketidaktahuan,
Merayakan kebodohan dengan percaya diri yang naif,
Tanpa sadar menjadi cermin bagi kehampaan kolektif.
Sedangkan kamu, kembali pulang kepada peraduan sunyi,
Mengakrabi kesendirian dalam kehati-hatian,
Memilih diam dalam kesadaran yang melampaui ilusi,
Karena kamu tahu,
Kebenaran kerap datang dalam kebisuan.
Begitulah dunia bekerja,
Semesta yang lebih merindukan hiburan ketimbang kebenaran,
Di mana simulakra dianggap realitas,
Dan kejujuran menjadi gema yang tak dihiraukan.
“Tenang saja,” bisikmu pada diri sendiri,
“Toh, iblis masih juara satu,
Dalam memahami absurditas tanpa mengeluh,
Dalam menerima kegetiran tanpa ingin dimengerti.”
Yogyakarta, 20250215
duiCOsta_hatihati
Comments
Post a Comment