Ksatrya Sudra bertapa di geladak Kapal Raja

Di ruang mesin Sudra berdiri, 
minyak dan peluh jadi mahkota,
Menghitung angin, membaca arus, 
menakar ombak di depan mata.
Di atas sana, di geladak tinggi, 
mereka hihi haha bercerita,
Meneguk anggur, 
menertawakan badai yang tak pernah mereka duga.

Kukunyah mantera para brahmana, 
peta bintang di genggaman para Sudra,
Kepalan tangannya setajam pedang, 
jika badai datang bertamu.
Mereka bersidang di ruang cahaya, 
menggambar pulau dalam khayal,
Tapi Sudra yang membaca kompas, 
menggenggam haluan kapal.

Jika karam, mereka duluan lari, 
baju kering, senyum tersungging,
Jika selamat, mereka pemenang,
Sudra hilang dalam angin.

Geladak ini medan tempur, 
bukan panggung tari-tarian.
Sudra, tanganku hitam, 
baju lusuh bau amis keringat,
Sudra dengan laku brahmana, 
baca peta tanpa komisari, 
Sudra jiwa ksatria, tegas, kuat, 
mungkin acuh terlihat
Sebab di kapal ini, 
yang suka pidato berkobar koar, 
justru tak tahu cara pakai jangkar.

Di atas kapal mereka sibuk rapat,
Serius, dahi berlipat-lipat,
"Mari diskusi arah angin!" kata satu Punggawa
Padahal bedakan utara dan selatan saja
mereka belum sempat.

"Apa solusi kalau badai datang?" tanya penguasa,
"Pak, sebaiknya Bapak duluan loncat,
Biar laut tahu siapa bosnya," jawabku, santai tapi akurat.
Mereka tertawa, aku juga,
Beda kami satu:
Sudra paham mana gelombang, mana buih belaka.

Jika kapal oleng, Sudra yang berkeringat, 
mereka yang berdoa,
Jika kapal karam, Sudra yang tenggelam, 
mereka yang buat berita:
Kami berduka atas musibah ini, 
semoga yang gugur mendapat tempat terbaik...

Laut, atas nama Sudra,
izinkan kami tertawa sebelum kau telan mereka lebih dulu...
wugwug..

Makassar, 20250203
duiCOsta_hatihati 




Comments

Popular Posts