Haji...

Tak banyak yang menyadari bahwa sebenarnya ibadah haji adalah representasi persatuan umat Islam sedunia. Persatuan yang melintasi sekat aliran pemikiran, sekat goografis, dan sekat-sekat kultural. Dalam tatapan Hubungan Internasional, haji punya makna sangat penting. Haji adalah ‘pengorganisasian internasional’ informal dalam dunia Islam, dan di dalamnya terdapat pesan-pesan universal yang dibawakan. Ia adalah representasi dari Islam tentang soft power di mana pencegahan konflik diserukan oleh umat Islam dari berbagai regional dunia yang berkumpul dalam jumlah jutaan di sebuah tempat suci pada setiap tahun. Ini bisa anda baca dalam artikel jurnal yang ditulis Saeid Naji dan Jayum A. Jawan (“Geopolitics of the Islam World and world leadership in the post-Cold War geopolitical developments”).

Kemudian, ribuan kilometer dari Masjidil Haram atau Tanah Suci, persisnya di Komplek Perumahan Villa Jasmin 3 (Dusun Salam Desa Suko) Sidoarjo Jawa Timur, malam ini berlangsung sebuah pertemuan orang banyak yang di situ salah satu tema utamanya adalah Haji. Sebagian warga perumahan ini tahun ini berkesempatan berangkat haji ke Tanah Suci.

Di Indonesia, seperti kita tahu, ibadah haji punya tempat tersendiri dalam penghayatan umat Islam. Bisa berangkat haji itu istimewa, dan karenanya orang memperlakukan calon jamaah haji dengan istimewa pula. Utamanya di masyarakat desa-desa atau kabupaten-kabupaten, bermobil-mobil (bis, mobil pick up, bahkan truk, dll) dikerahkan buat mengantarkan tetangganya yang berangkat haji sampai ke asrama haji. Seakan ini pernyataan, “kamu ini istimewa karena terpilih sebagai duta di kancah internasional buat aktif menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan persaudaraan, maka kami antar kamu dengan penuh semangat dan harapan.”

Walimatus safar. Itu satu nama yang biasa dipakai untuk menyebut prosesi (lazimnya berbentuk) pengajian di mana calon jamaah haji mohon pamit dan mohon didoakan agar hajinya mabrur. Tapi malam ini pertemuan di Villa Jasmin 3 tidak menggunakan term yang sama. Melainkan Sinau Bareng, karena memang yang mereka gelar adalah Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Jadinya, kita pun bahwa Sinau Bareng adalah istilah yang lebih luas untuk menampung banyak keperluan tetapi dengan satu inti dan prinsip utama: belajar bersama. Tentu saja, dalam konteks keperluan acara malam ini, kandungan walimatus safarsudah tergapai di dalamnya.

Maka, selain mendoakan warga yang akan berangkat memenuhi panggilan Allah ke tanah suci, jamaah yang hadir malam ini diajak untuk sinau dan mengilmui syariat Allah berupa perintah ibadah haji itu sendiri yang merupakan puncak dari urutan rukun Islam. Hal ini Mbah Nun lakukan sejak segmen awal acara. Selepas menyampaikan pemahaman sederhama mengenai haji, Mbah Nun mengajukan pertanyaan mengenai apa saja yang terpenting dari syariat haji. Pertanyaan ini harus dijawab melalui diskusi kelompok. Maka sejumlah jamaah diminta maju untuk membentuk kelompok.

Ada empat kelompok yang terbentuk: kelompok Thawaf, Mbalang Jumroh, Miqat, dan Sa’i. Itu bukan sekadar nama kelompok yang diambil dari rukun Haji, tetapi memang itu jatah topik yang harus didiskusikan oleh kelompok. Kelompok thawaf, menggali makna thawaf, begitu pun kelompok lain sesuai namanya.

Seperti pada Sinau Bareng di berbagai tempat di mana anak-anak muda mendominasi pemandangan, yang berpartisipasi dalam kelompok-kelompok ini adalah anak-anak muda jua. Saya membayangkan, seandainya anak-anak muda ini belum haji, maka kalau nanti mereka mendapatkan kesempatan berhaji, saya yakin mereka sudah terbekali oleh Sinau Bareng malam ini. Lihatlah, misalnya, kelompok lempar Jumroh menegaskan bahwa melempar batu jumroh adalah perlambang kita perlu mengalahkan nafsu-nafsu tak baik dalam diri.

Jauh-jauh hari, mereka telah membekali diri dengan kesadaran yang mengarah pada persesuaian kepada hakikat ibadah haji. Mereka menyelami nilai-nilai hakiki dari setiap rukun dan peristiwa di dalam rangkaian ibadah haji. Pendek kata, mereka adalah kandidat-kandidat yang layak berangkat menjadi duta perdamaian dunia dan persaudaraan internasional umat Islam lewat prosesi ibadah haji, sebagaimana Saeid Naji dan Jayum A. Jawan refleksikan.

Anak-anak muda yang mendalami haji itu adalah insan-insan yang dibutuhkan bagi gerak ke masa depan dengan orientasi memperbaharui tata interaksi global umat manusia, khususnya dalam diri umat Islam. Dari Sidoarjo, lewat Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng proses itu telah dimulai. Mereka disiapkan untuk menjadi generasi baru haji dengan skala dunia pada manfaat dan buah yang dihasilkan oleh ibadah hajinya. Karena dunia sedang membutuhkannya! (Helmi Mustofa)

Categories: Satu Dari

Tags: MaiyahanReportase

CakNun.com

Komentar

Postingan Populer