pesan surga untuk negriku

kalau setiap perbedaan dijadikan bahan sengketa, lalu menimbulkan perpecahan, huru hara, carut marut, angkara murka terlibat, bahkan peperangan yang *semua* mengatasnamakan *kebenaran* lalu dimana letak *jarak* yang harus aku singgahi untuk minum kopi bersama *sesama yang pasti berbeda?* kemudian berbondong-bondong hewan-hewan mengaku pahlawan disiang bolong, mencari *dalang keributan* dari ricuh yang yang mereka sendiri skenariokan... kenapa harus *dalang* yang mereka cari, sedangkan tugas wayang sebatas menjalani... tidak ada ibadah kebaikan yang mengantarku ke Syurga, tidak pula neraka kutuju dengan perilaku *asu* sedangkan asu saja lebih berhak ke syurga...

ingatlah bahwa syurga bukan tujuan, neraka juga bukan ukuran perbuatan, berbuatlah bukan untuk masuk syurga atau sekedar menghindari neraka...bukankah syurga dan neraka ada pemiliknya nona? Dialah titik asal kita memulai, dan titik akhir kita menuju, sedang perjalanan adalah jarak yang ditempuh untuk bertemu dan kembali menyatu..

menurutku sebagai *orang bodoh yang ngawur*, aku berpendapat bahwa kurikulum sekolah sekarang adalah menjadikan semua siswa menjadi kambing atau salah satu yang lain dengan puncak material sebagai tujuan... betul ndha? Hehhehhee... Bukankah kita sadar bahwa tugas kambing, ayam, singa, lintah, anjing atau kucing itu berbeda? Hanya perumpamaan sayang ya... Sederhananya, pelukis tak harus menguasai kimia, seniman tak harus menguasai ini itu,itu ini... Sampai pada titik akhirnya kita sepakat bahwa sekolah tidak wajib, hanya sebagai syarat ijazah... Sedang yang wajib untuk keluargaku lakukan adalah *belajarnya..*. Karena sederhana menurutku, tidak rumit... Sejahtera menurut sekolah adalah kecukupan harta... Itulah kenapa mereka berbondong-bondong menuntut pengetahuan... Bukan ilmu...
Mungkin mereka salah kaprah soal ilmu... Yang Merek dengar, yang mereka hafal, yang mereka lihat sebatas pengetahuan... Sedangkan ilmu harus dialami sendiri, *apapun itu ilmunya*.  Mungkin anak-anak kita tau rasa kopi itu pahit, gula manis, cabai itu pedas sebelum mereka mencicipi rasanya sendiri... Itulah pengetahuan... Sedangkan mereka akan berilmu ketika sudah minum kopi, menjilat gula atau memakan cabai... Tanpa pernah bisa menjabarkan yang pahit, yang manis, yang pedaa itu seperti apa... Artinya sesama kopi diracik dengan gula akan berbeda rasa ketika lidahku, lidahmu atau lidahnya mengutarakan... Disitulah rentang jarak dimana kita sama-sama benar *namun* selalu berbeda... Dan untuk mendamaikan maknanya ya toleransi atau bijaksana saja tanpa harus mencari *siapa yang paling benar tentang kopi, gula dan cabai...* tidak akan pernah bertemu... Yang pasti
*setiap kopi itu pahit tapi tak semua yang pahit itu kopi..*
*setiap gula itu manis, tapi belum tentu setiap yang manis itu gula, contohnya dirimu, manis tapi bukan gula hehhehehhe...*
*yang pedaspun tak selalu cabai, bisa jadi sandal jepit jadi pedas kalau di tamparkan dimukaku, hahhaha... Tapi cabai paati pedas...*

maka biarkanlah mereka menjadi apapun yang mereka mau asalkan tidak menjadi *tuhan.* bila hidup hanyalah senda gurau yang diciptakan, maka janganlah kita merasa *ada.* kalau hidup adalah permainan, maka bermainlah dengan segala kesungguhan... benarlah tanpa menyalahkan
menanglah dalam diam tanpa mengalahkan
dipenjara dunia ini, bisa jadi kita semua sama-sama salah, sama-sama kalah...
maka berserah saja tanpa menyerah
pasrah saja dengan kata entah
dari negri kecil yang ku beri nama *KALIAN* inilah aku berharap nusantara akan damai melihat kedamaian dan ketulusan, toleransi dalam perbedaan..
pada akhirnya, yang budha tersenyum, yang hindu terharu
yang kristen tenang berbahagia
yang katholik tak terusik
yang muslim rahmatan lil alamin...

Itulah syurga yang benar-benar aku rindukan dari neraka yang sekarang...
setidaknya kita sebagai penonton yang menuntun meski sebatas untuk lingkup kecil sebuah negri... *kalian atau kita* tentunya...

duiCOsta
20191011

Komentar

Postingan Populer