13-14 Juni 2020

setiap waktu sejak pertama bertemu, melihat dari lirik kejauhan, aku melihat perempuan seperti rumah yang lain. selain sapa tipis dan berlalu begitu saja aku tak pernah berani bertanya. aku tak biasa. di sati meja yang sama aku terjebak dengan suasana harus bagaimana, meski tak seharusnya berfikir apa. itu karena aku tak biasa. lewat dia hendak ke kasir dan menanyakan uang 10ribu siapa yang jatuh, oh punyaku, terima kasih, dan sudah.

ada masa dimana seorang mukidalijo mengajakku ngopi. iya ayo.. untuk pertama kali aku menemani teman dar jakarta, eh wonogiri, bukan kota. di sore ternyata dia janjian sama ibu-ibu muda, kamu ada, aku pamit pulang untuk tak jadi kesana...

dasar dalijo, ada saja alibi. maam abunawas versi jawa aku menurut saja. di kesempatan pertama posisi cafe. sama saja aku merasa sendiri, ingin kabur pergi tapi nanti teman tersingying dan gak enak hati hahah, padahal jika itu terjadi pada situasu mereka, apakah mereka peduli?? 

lalu di beberapa kesempatan masih begitu, tanpa sapa keculai dia yang menanyakan raket mana yang ganteng dan aku diam saja, itu terjadi di kelompok bukutangkis perusahaan malam kamis tiap minggunya. paginya dia bertanya semalam pulang naik apa. gocar jawabku singkat dan sudah begitu saja. pertemuan berikutnya ada di meja warkop tak sengaja, lebih tepatnya ada beberapa yang aku berniat menghindari komunitas itu, tapi karena teman aku beranilan diri, memeluk ketidaknyamanan hati sepanjang waktu, bukan hanya kepadanya, tapi kepada semua manusia yang di sekitarnya... aku tak biasa.

sepanjang waktu diam aku tak mencari tau, meski semesta memberiku waktu untuk mencuri dengar, kadang tamu cerita datang tanpa di undang. sampai pada akhirnya di malam terakhir aku berkunjung melalui pintu handphone, salam, selamat malam yang panjang. tanpa tau apa sebenarnya tujuanku. bahkan apa juga isi dari obrolan yang panjang lebar itu. sampai di titik situasi aku tau, dia orang baik, netral, mandiri dan sedikit angkuh dengan keakuan yang mungkin hadir karena tumbuh dari masa lalu... tak apa.
kita lihat nanti...
apakah kau yang terlalu langit menganggap diri sanggup membumi? di selasar warung yang tak biasa?
di tambah lagi kau berjalan kaki dengan manusia yang kata orang ansos, aneh, menyebalkan dan tertiup angin?

tapi dengan hal yang aku lihat, atau aku analisa tapi mungkin juga aku harap, rasanya kau hanya butuh belajar sebentar untuk mengenalku, lalu memutuskan untuk menjaga atau menghancurkan sebelum kau berniat pergi setelah kesalahan yang baik dariku nanti...

tertawalah, dan aku dengar tak berani menoleh,
wajahmu teduh tapi menakutkan bagiku,
aku benci mendengar cerita
saat lelaki bekiblat padamu sebagai obsesi,
engkau cantik dalam cerita mereka, 
tidak menurutku ayu. tak aku kenali
engkau asyik kata mereka,
tidak menurutku, kau penuh anomali

sampai di penghujung waktu,
aku berani memohon berbagi sapa,
di sebuah malam terakhir, aku tak mengenal
keberanianku sebatas dibalik ujung 

bila boleh tuhan ijabah,
aku akan melindungimu sebagai teman,
tak peduli, apakah kau perempuan
yang kata media, pertemanan itu omong kosong
aku memilih sebagai anomali tanpa peduli
persetan dengan klarifkasi, validasi 

aku sudah membuktikan diri,
kamu perempuan langka,
selangka teman hidupku yang tuhan beri,
dalam bahas lain aku ingin berteman
itu saja...
apakah dua purnama, atau 2 warsa

aku sudah banyak mendengar,
hal tak ingin aku dengar,
tentang berani dari kaumku sendiri, 
kamu terlalu bodoh, atau ketulasanmu tersembunyi
seperti pelaku malamatiyah aku brrserah,
tapi aku marah,
atas nama perempuan yang perjalanannya tak pernah mudah
tidak bagimu, sulung tulang punggung yang anggun,
dalam diam...
dalam sapa
dalam tatapmu...

kamu tahu?
18 Mei adalah awal kematian seorang perempuan yang baik..
pergi karena tak tau takaran obat dan 2 minggu ke depan di tanggal 2 Juni 2003 da benar-benar pergi. aku tak mengutuk diri, apalagi trauma yang mengantarku pada phobia. tapi aku menjadi korban atas kepergiannya, setiap kali aku melihat perempuan yang sendiri berjalan di remang ruangan dan hentakan musik tripping, aku tergoda, lebih tepatnya tersiksa sengan kekhawatiran cerita yang terulang...
seperti cerita orang-orang tentang sebuah malam dimana kamu hilang kesadaran misalnya. lalu cerita genit mereka kaumku yang cerita akan lain bila itu terjadi tidak dalam rombongan...

padahal,
semesta juga sudah berulang kali mengolokku
mempertanyakan hal sama berulang padaku
kamu siapa?
dia siapa?

sampai aku tulis ini 2 hari setelah kita sama-sama pulang,
jawabku masih sama...
aku ya aku
kamu ya kamu
dia yang dia
tapi apa urusanmu semesta?
jika aku ternyata peduli pada kisahnya??

lastly,
kau kasih nama apa keinginan tahuanku?
apakah keraguan yang semakin melihatku aneh?
dan kau sebut dengan istilah apa kepedulianku?
badai bising yang ingin kau hindari?
atau malam kantuk menguapyang tak ingin kau temui?
bahkan dalam angan yang tak ingin?

aku todak percaya kau begitu adanya,
tapi realistis saja, tak apa
aku pergi sebelum berangkat
aku sunyi sebelum berbunyi
sampai bila waktu sapamu kutemui....

Gresik-Jogja
20200619
untuk sebuah nama yang tak ku kenali
tapi kisahmu sangat mewakili
dan aku bolehkah kamu menjadi sumber
dimana aku bisa menebus kesalahan yang lalu
untuk seorang teman,
dia mirip denganmu...
bedanya, kamu masih hidup
itu saja...

duiCOsta 

Comments

Popular Posts